MALIKA YAHYA 15

                                                                       SOBAT SAKIT

Judul Buku:         Sobat Sakit

Nama Penulis:    Takdir Alisyahbana Ridwan

Penerbit Buku:    Mediakita

Tahun Terbit:      2020

Tebal Halaman:  198 halaman

ISBN:                  978-979-794-618-0

 

                                                             


                              Sobat Sakit karya Takdir Alisyahbana Ridwan pertama kali diterbitkan pada tahun

 2020 , Sobat Sakit karya Takdir Alisyahbana Ridwan menceritakan tentang persahabatan.

Bab satu berisi tentang arti sahabat., Sahabat. Apa yang terlintas di pikiran Anda saat mendengar kata itu? Ya, aku tidak tahu karena yang punya pikiran adalah Anda. Sahabat berbeda dengan teman. Teman belum tentu bisa jadi sahabat, sedangkan sahabat bukan kepala keluarga apalagi kepala charger. Kita semua tentu punya sahabat--yang selalu ada di kala senang, dan menghilang bagaikan diculik jin di kala dibutuhkan. Namun, sahabat yang sesungguhnya adalah dia yang paling sering tersenyum saat mengetahui bahwa kita lagi banyak uang. Perbedaan teman dan sahabat ketika kita lagi sakit:

Teman:

"Bro, istirahat yang banyak. Jangan lupa obatnya diminum.

Sahabat:

"Bisa sakit juga, nih, ulekan puyer. Hati-hati, tetanggaku

sakitnya kayak kamu, nggak lama dia meninggal." Begitulah sahabat. Apa pun yang keluar dari mulutnya itu murni untuk menghujat. Tapi, biasanya kita nggak

pernah sakit hati dengan ucapannya, malah kangen kalau sehari nggak melihat wajahnya.

 

Saat bersama mereka, sejenak kita bisa melupakan utang yang sebanyak buih di lautan. Pikiran pun jadi riang gembira seperti baru keluar dari rutan.

Sedari SD sampai SD lagi, aku punya banyak sahabat. Bisa dibilang, petualangan hidupku dimulai Bersama mereka. Sahabat akan terseleksi secara alami dari beberapa teman. Kita tidak bisa memilih siapa yang nantinya Cuma jadi teman atau akan jadi sahabat, karena waktu dan kesetiaanlah yang akan menjawab. Sahabat itu seperti intan permata yang terpendam di dasar waduk: sulit ditemukan. Jadi, harus dijaga baik-baik Jangan khianati kepercayaannya, meskipun kamu tidak memercayainya karena terkadang mereka lebih lick dari

musang, terutama dalam menjerumuskan kita agar jadi bahan tertawaan warga setempat. Zaman sekarang,

bisa lebih mudah untuk mengetahui mana teman dan mana sahabat. Misalnya, kamu lagi sedih, dirundung 

pilu karena kepikiran utang negara. Lalu, ada yang menghampirimu sambil menepuk pundakmu seraya berkata, "Hotspot-ku nyala. Nonton Youtube sesukamu. Kalau perlu, live streaming jamaah haji yang lagi tawaf." Itu berarti dia sahabatmu. Rangkul dia dengan pelukan hangat. Karena kelak, dialah orang yang paling mengerti keadaanmu, menemani hari-harimu, dan membawamu ke ustaz saat kamu kesurupan. Baiklah, izinkan aku bercerita tentang kedua sahabatku

yang ciri-cirinya nggak jauh beda dari yang sudah disebutkan. Kami bertemu di awal kuliah, tidak butuh waktulama untuk menyocokkan hati kami. Karena pada dasarnya, kami adalah kepingan keburukan yang saling melengkapi. Tapi di balik keburukan kami, masih ada sisi baik, meskipun nggak seberapa alias hampir nggak ada. Aku juga akan bercerita lebih detail tentang persahabatan dan momen yang belum sempat ditulis di buku sebelumnya, Jadi, buat yang baca buku ini, tapi belum baca buku pertama, berhenti dulu bacanya sampai di sini. Pesan buku

sebelumnya agar supaya terjadi sebuah rentetan cerita yang akan menguatkan rupiah dan menyelamatkan populasi badak.

 

Bab dua menceritakan kisah penulis di awal bertemu para sahabat nya.

Semua berawal dari masa kuliah, hari pertama Ospek. Sat semua mahasiswa baru cetakannya sama—kepala plontos redup kayak bohlam ari-ari. Aku yang masih suci, mencoba duduk tenang mendengar arahan senior yang galaknya dibuat-buat. Padahal aslinya, sama gorila aja takut. Cuaca hari itu sedikit gerimis, tapi hujan lebat. Senior member arahan dengan sedikit berteriak,

"PERATURAN PERTAMA, SENIOR TIDAK PERNAH SALAH. PERATURAN KEDUA, JIKA SENIOR SALAH, MAKA KEMBALI KE

PERATURAN PERTAMA. NGERTI?" ucap salah satu senior dengan toa mushola. "Ngertiii," mahasiswa baru menjawab serempak. Namanya juga mahasiswa baru, iya-iya aja, padahal nggak paham-paham amat sama arahan senior. Sesekali, aku melihat jam karena takut bablas waktu Sholat Dzuhur. Ternyata, masih jam 7 pagi. Singkatnya, aku berkenalan dengan dua sook berinisial Ampang dan Ucok. Saat itu, ada satu permainan di mana para mahasiswa baru harus menunjuk senior yang paling cakep. Padahal mah rata-rata mukanya kayak angin duduk. Aku Ucok, dan teman-teman yang lain aman karena pilihan kami memang senior yang cakep. Sampai tibalah giliran Ampang. "Siapa senior cewek yang paling cakep?" tanya senior kepada Ampang. "semuanya cakep, Kak," jawab Ampang gugup. "SEBUT SATU!" nadanya mulai nggak santai. "SATU!" Ampang menjawab. "MAKSUDNYA SEBUT SATU NAMA!" senior membentak

"Maaf, Kak. Yang paling cakep itu Kak Astuti." Suasana sempat hening. Senior yang bernama Astut mukanya langsung merona bagaikan make up bocah ikut

karnaval. Astuti memiliki muka bulat donat, rambut pendek sepinggang, dan kalau ngomong suaranya gede banget kayak bersin bapak-bapak. "Kenapa milih Astuti?" tanya senior lagi. "Ya, cakep aja di mataku, Kak," Ampang menjawab dengan malu-malu musang. "Bisa aja, nih, dandang nasi." .Ternyata, pilihan Ampang menuai polemik. Ada satu senior cowok yang baper alias bawa prasmanan. Usut punya usut, dia adalah pacar Astuti. Namanya Asnawi Dari namanya aja udah terlihat kalau mereka couple, kayak Rizki-Ridho. DHUAR!! Dari belakang, terdengar suara yang mengagetkan. Dan ternyata, suara itu berasal dari helm yang dibanting oleh baginda Asnawi karena merasa nggak

terima dengan jawaban Ampang. Apalagi ketika Ampang menyebut nama Astuti, semua kompak menggoda Ampang dan Astuti. "Hei, Asnawi, tenang. Kamu ini kenapa?" Astuti menegur Asnawi. Sementara yang lain terdiam terpaku melihat

kejadian itu. "HALAH," jawab Asnawi singkat. "Kamu, nih, malu-maluin aja!" kata Astuti. Tiba-tiba, Asnawi melesat menghampiri Ampang dengan tangan mengepal. Sambil mengangkat kerah baju si Ampang, Asnawi teriak dengan muka memerah, "BERANI-BERANINYA KAU!" Seketika, suasana menjadi heboh tak terkendali. Para senior dengan cepat melerai. Sebagian mahasiswi yang batinnya rapuh mulai menangis karena takut Asnawi berubah menjadi Ultraman. Dengan muka bloonnya, Ampang terlihat gemeteran. Saking takutnya, dia refleks

baca Ayat Kursi. Setelah berhasil dilerai, satu senior yang cukup disegani

menyuruh Asnawi keluar. Tak lama setelah itu, suasana mulai kondusif kembali.

Astuti yang merasa bersalah atas kegaduhan ini menghampiri Ampang. "Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Astuti dengan nada lembut. "Iya, Kak. Nggak apa-apa, kok. Ah, biasa itu,"' jawab Ampang dengan maskulin. “eh tapi, kok, itu basah ya?” Astuti menunjuk celana Ampang.

TERNYATA, AMPANG PIPIS DI CELANA KARENA KETAKUTAN. Aku dan Ucok yang duduk di samping kiri dan kanan Ampang nggak berhenti ketawa. Karena kami ketawa kenceng banget, akhirnya satu ruangan tahu kalau Ampang pipis di celana.

“Garagara kalian, nih, ketawa mulu!” ucap Ampang dengan sedikit kesal kepada kami. "Bukannya bersyukur diketawain," kataku. "Betul, tuh!"' sambung Ucok yang masih cekikikan. "BACOT." Ampang terlihat senang. Tak lama, bel berbunyi. Waktunya ishoma; istirahat, sholat, Rhoma Irama. Aku mengajak Ampang dan Ucok mencari tempat nongkrong. Kami mau kenalan lebih dalam, jauh lebih dalam, lebih dalam lagi, dan suara tepuk tangan penonton akan membangunkan Anda. Awalnya, kami mau ke kantin. Tapi setelah saling terbuka soal anggaran masing-masing yang ternyata nggak cukup buat makan, akhirnya kami beli air mineral gelas, lalu nongkrong di bawah pohon rimbun. Batang pohon itu cukup bear untuk bersandar melepas penat. Dari situ, kami mulai berkenalan lebih dekat. "Nama Facebook kalian apa?" tanyaku. "AmPan9 Si CuEk BebeQ." "UcHOk FoR3veR SadeGa." "Nanti aku add, ya. Nama Facebook-ku Jek BuK4n NaQ mAn]hA." Setelah itu, kami ke mushola bareng, ngambil wudhu bareng, satu shaf bareng. Pokoknya bareng-bareng terus. Kalau ada satu orang yang berak, dua orang menyemangati dari luar. Di sela-sela obrolan kami yang berfaedah tetapi kosong, tiba-tiba Asnawi lewat naik motor. Arahnya menuju parkiran. Ampang langsung nunduk. "Kenapa, Bro? Takut?" tanyaku kepada Ampang. "Bukan takut, cuma agak kurma sama kejadian tadi," ucap Ampang dengan suara membisik. "TRAUMA!" Ucok teriak pas di gendang telinganya Ampang. Karena aku orangnya cinta damai dan nggak suka

dendam, aku mengusulkan kepada mereka untuk ngerjain si Asnawi. "Kerjain Asnawi boleh, nih," ajakku dengan suka ria. "Lah, ayok!" Ucok bersemangat.

"Gila kalian. Nggak, ah. Takut urusannya makin runyam." Ampang dengan tegas menolak. Setelah hening beberapa detik. "Tapi kayaknya boleh juga, tuh. Asnawi udah bikin aku malu. Sialan," ucap Ampang lagi. Labil banget emang, nih, daun kelor. Kami pun mulai memikirkan siasat.

setelah mencapai mufakat kami bertiga memutuskan untuk mengerjai motor Asnawi karena kalau ngerjain orang nya takutnya muka kita bonyok sampai tidak

dikenalin orang tua sendiri. Tak butuh waktu lama, kami sampal di TKP. Motor Asnawi sudah didepan mata, tinggal gimana ngerjainnya aja nih. "Ini diapain, ya?" tanya Ampang. "Mesinnya ganti mesin jahit aja," kataku.

"KALAU NGOMONG YANG BENER!"' Ngegas mulu, nih., Ucok. Karena kita nggak punya perlengkapan untuk ngebongkar motor;, alhasil kita Cuma ngempesin kedua bannya, spionnya kita utak-atik sampai kacanya menghadap

ke langit, sama masukin pasir ke knalpotnya. Ini jahat banget, jangan ditiru, khusus buat Asnawi aja. Bisa-bisanya baper sama Ampang yang mukanya melemahkan rupiah Waktu pulang pun tiba. Kami bertiga sudah mengatur tempt dari kejauhan untuk menyaksikan penderitaan senior songong itu. Asnawi terlihat menuju motornya yang sudah kami "service". Dan yak, reaksi pertama Asnawi pas lihat ban motornya kempes adalah membanting helm lagi. Ini orang passion-nya emang banting helm kayaknya. Belum aja dia dibanting mandor.

Asnawi terlihat marah-marah. Dari kejauhan, aku bisa baca bahasa bibirnya, kurang lebih dia ngomong gini "Astaghfirullah!!!Pzqwlksdnashbenmhscbv hbdashbdhsdbaskj!!!! Bcjhadbschjdscbjscn!!!!" Pokoknya serem banget. Ampang tertawa puas. Aku dan Ucok turut Bahagia lihat dia senang, tapi kasihan juga sama Asnawi. Garuk- garuk kepala, kebingungan kayak orang mau cebok, tapi

gayungnya dipinjem sama tukang martabak. Akhirnya, kami pulang dengan ring gembira. Selama di perjalanan, aku kepikiran gimana kalau Asnawi tahu? Gimana kalau para senior tahu terus kita digebukin sampai jadi abon? Gimana kalau pihak kampus tahu, lalu kita pindah kampus ke LP Cipinang? Tapi, ya sudahlah, nasi sudah menjadi dubur. Keesokan haritya pun tiba, tepatnya hari Senin tapi Kamis. Aku terbangun pagi-pagi sekali sekitar jam pukul 9 pagi, jadinya nggak mandi, cuma percikin air ke mata kaki biar seger. Saking buru-burunya, naik motor sampai lupa nyalain mesin, untung sudah sampai di kampus. Alhamdulillah, yang ditakutkan nggak terjadi. Nggak ada saksi yang melihat kami di TKP. Nggak ada kecurigaan juga dari Asnawi karena seharian kami bertiga pasang muka kasihan, seperti belum makan sejak krisis '98. Kejadian itu pun akhirnya berlalu bagaikan angin yang lama-lama menjadi bukit.

 

Perkenalan yang mengesankan antara aku, Ucok, dan Ampang. Dari hari pertama berkenalan, kami langsung klop jadi sobat sakit. Sepertinya masa depanku akan cerah bersama mereka, bahkan lebih cerah lagi kalau nggak kenal sama mereka. Tapi aku menganut prinsip, sejahat-jahatnya orang, pasti ada sisi buruknya juga. Jangan nilai orang dari luarnya, tapi lihat warna dalemannya. Hari-hari pertama kuliah disi dengan haha-hihi-haha- hihi, tapi mulut bau lambung karena nggak pernah jajan alias ngirit karena duit cuma cukup untuk makan dengan menu lengkap sekali. Selebihnya cukup untuk makan nasi pake asap tukang sate yang lagi ngipas. Kadang puasa Senin-Kamis juga. Nggak apa-apa miskin, yang penting ada pahala yang mengalir. Bisa aja, nih, STNK mati. Kami bertiga merasa ada yang kurang kalau nggak punya anggota geng cewek. Jadi, kami memutuskan untuk merekrut personel baru. Kriterianya nggak muluk-muluk. Yang penting orangnya pemberani, kalau goreng ikan nggak mundur-mundur. Alhasil, kami punya teman-teman cewek juga, Namanya Leya, Nina, Yuli, dan Shela. Harapannya, mereka akan menemani perjalanan kami dalam suka dan duka dan suka dan duka. 

Masa-masa kuliah ternyata nggak seindah di FTV yang tabrakan aja bisa saling jatuh cinta. Aslinya kalau nabrak cewek bukannya jadian, malah dibentak sampai arwah sedikit.

Komentar

  1. Nydia Vania Utama / 20

    Buku sobat sakit ini, menceritakan tentang kisah sang penulis bersama kedua sahabatnya yakni Ampang dan Ucok. Masa ospek di kampus lah yang mengawali pertemuan mereka. Pada saat awal pertemuan, sudah terdapat berbagai macam kejadian unik dan tak terduga yang menghampiri mereka. Seperti pada saat ospek, terdapat permainan dimana Mahasiswa baru harus menunjuk salah satu senior mereka yang paling rupawan. Dan saat tiba giliran Ampang ditanya oleh senior, ia menjawab bahwa senior tercantik tersebut adalah, Astuti. Karena Astuti sendiri sudah memiliki kekasih, sontak hal tersebut membuat sang kekasih tidak terima. Kekasih Asturi bernama Asnawi, yang merupakan salah satu seniornya juga. Jelas hal tersebut membuat Asnawi tak terima dan menimbulkan kegaduhan. Akan tetapi kegaduhan tersebut berhasil dihentikan, hanya saja Ampang masih ketakutan akan hal tersebut. Dan saat sedang istirahat, mereka melihat Asnawi memakirkan motornya, sehingga mereka pun memilki ide untuk mengerjai Asnawi. Mereka mengerjai Asnawi dengan, Merusak ban, menghadapkan spionnya ke langit, dan memasukan pasir di knalpot. Awal pertemuan yang unik itulah, yang membuat persahabatan mereka semakin dekat dan bewarna.

    Kelebihan dari buku ini adalah, memilki bahasa yang santai dan mudah untuk dipahami. Serta cerita dalam novel ini sangat realistis karena menampilkan kisah persahabatan yang umumnya hal tersebut dialami banyak orang. Ketika kita membacanya, kita jadi teringat dengan sahabat kita, dan mulai mengingat kembali momen bahagia maupun susah yang telah kita lalui bersama. Serta ceritanya yang sederhana namun seru, bisa membuat pikiran kita jernih dan lebih baik. Terakhir, dari kisah persahabat seperti ini akan banyak juga, nilai-nilai yang bisa kita ambil. Seperti bagaimana cara kita menghargai, menyayangi, dan bersyukur kepada sahabat yang mencintai kita dengan tulus.

    Namun kekurangan dari cerita ini adalah, saya menemukan kata-kata yang kasar dari dialog antar tokoh. Walaupun kata-kata tersebut bukan sesuatu yang terlalu berlebihan, tetapi tetap saja karena pembaca cerita ini dari berbagai macam kalangan, maka dari itu alangkah baiknya untul lebih meminimalisir adanya kata-kata seperti itu. Serta terdapat juga bahasa yang kurang baku, dan sedikit berantakan pada narasi cerita tersebut.

    Saran saya adalah, menghilangkan kata-kata kasar yang ada pada dialog tokoh. Bagi saya jika ingin menyajikan cerita yang seru tetapi tetap dikemas dengan santai, tidak perlu juga untuk menggunakan kata kasar, dan menggantinya dengan kata-kata kekinian lainnya. Lalu untuk narasinya sendiri bisa lebih dirapihkan penulisan pada tata bahasa yang berantakan dan menggunakan kata-kata baku.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BULAN AQEELA KYANDHINI 06